Kepada Nyai Aqidah
Di beranda waktu yang teduh,
berkibarlah sejuk nama itu
Nyai Aqidah,
serupa embun yang turun pelan
ke pucuk-pucuk jiwa yang haus pegangan.
Ia berjalan tak mengusik bumi,
namun tiap tapaknya menanam arti.
Dengan lidah yang tak menyayat,
namun menyentuh nurani paling sunyi,
ia bicara tentang terang,
di tengah zaman yang suka menyamarkan arah.
Wajahnya bukan tentang rupa,
tapi tentang cahaya yang tinggal di mata.
Tutur katanya seperti benang-benang langit,
menyatukan luka dengan harap,
merenda iman dari benih yang nyaris gugur.
Ia tak berseru, tak memaksa,
namun hadirnya bagai zikir
yang membasuh batin tanpa suara.
Di balik selendang doa dan kesabaran,
Nyai Aqidah menanam waktu dengan cinta.
Anak-anak zaman duduk di kakinya,
mencatat hikmah dari diamnya,
belajar bahwa teguh itu lembut,
dan lembut itu kuat,
seperti akar yang tak tampak,
namun menahan hidup dari jatuh.
Maka biarlah namamu abadi,
bukan pada prasasti atau lembaran,
tapi di hati-hati yang pernah
kau ajarkan makna pulang
kepada keyakinan yang nyaris hilang.
…………………….
Eyon Erorina
*) Lahir di Sumenep. Saat ini menempuh studi di STIT Aqidah Usymuni. Aktif di komunitas literasi dan seni, Sanggar Semesta serta Langgar Oretan Ikatan Santri Batuputih, Ponpes Aqidah Usymuni.

Komentar